Jumat, 10 Mei 2013

Prolaps Uteri


Oleh: Omiati Natalia


Prolaps Uteri
    1  Pengertian
Prolapsus uteri adalah turunnya uterus dari tempat yang biasa oleh karena kelemahan otot atau fascia yang dalam keadaan normal menyokongnya. Atau turunnya uterus melalui dasar panggul atau hiatus genitalis (Wiknjosastro, 2007).
Prolapsus uteri adalah suatu hernia, dimana uterus turun melalui hiatus genitalis karena kelemahan otot atau fascia yang menyokongnya. Prolapsus uteri lebih sering ditemukan pada wanita yang telah melahirkan, wanita tua, dan wanita yang bekerja berat. Pertolongan persalinan yang tidak terampil seperti memimpin meneran pada saat pembukaan rahim belum lengkap, perlukaan jalan lahir yang dapat menyebabkan lemahnya jaringan ikat penyangga vagina, seorang ibu dengan multigravida sehingga jaringan ikat di bawah panggul kendor, juga dapat memicu terjadinya prolaps uteri.
Prolaps uteri terjadi karena kelemahan ligamen endopelvik terutama ligamentum tranversal dapat dilihat pada nullipara dimana terjadi elangosiokoli disertai prolapsus uteri tanpa sistokel tetapi ada enterokel.Pada keadaan ini fasia pelvis kurang baik pertumbuhannya dan kurang ketegangannya.
Faktor penyebab lain yang sering adalah melahirkan dan menopause.Persalinan lama dan sulit,meneran sebelum pembukaan lengkap,laserasi dinding vagina bawah pada kala II,penatalaksanaan pengeluaran plasenta,reparasi otot-otot dasar panggul menjadi atrofi dan melemah.Oleh karena itu prolaps uteri tersebut akan terjadi bertingkat-tingkat.


2  Etiologi
Partus yang berulang kali dan terjadi terlampau sering,partus dengan penyulit merupakan penyebab prolapsus genitalis dan memperburuk porolaps yang sudah ada.Faktor-faktor lain adalah tarikan janin pada pembukaan belum lengkap,prasat Crede yang berlebihan untuk mengeluarkan plasenta dsb.Jadi tidaklah mengherankan jika prolapsus genitalis terjadi segera setelah partus atau dalam masa nifas.Asdites dan tumor-tumor di daerah pelvis mempermudah terjadinya hal tsb.Bila prolapsus uteri dijumpai pada nullipara,factor penyebabnya adalah kelainan bawaan berupa kelemahan jaringan penunjang uterus. (Wiknjosastro, 2007).
Faktor penyebab lain yang sering adalah melahirkan dan menopause. Persalinan yang lama dan sulit, meneran sebelum pembukaan lengkap, laserasi dinding vagina bawah pada kala II, penataksanaan pengeluaran plasenta, reparasi otot-otot dasar panggul yang tidak baik. Pada Menopause, hormon esterogen telah berkurang sehingga otot-otot dasar panggul menjadi atrofi dan melemah (Wiknjosastro, 2007).

3  Patofisiologi
Prolapsus uteri terdapat dalam beberapa tingkat, dari yang paling ringan sampai prolapsus uteri totalis. Terutama akibat persalinan, khususnya persalinan per vaginam yang susah, dan terdapatnya kelemahan-kelemahan ligamen-ligamen yang tergolong dalam fasia endopelvik, dan otot-otot serta fasia-fasia dasar panggul. Juga dalam keadaan tekanan intraabdominal yang meningkat dan kronik akan memudahkan penurunan uterus, terutama apabila tonus otot-otot mengurang seperti pada penderita dalam manopause (Wiknjosastro, 2007).
Serviks uteri terletak diluar vagina, akan tergeser oleh pakaian wanita tersebut, dan lambat laun menimbulkan ulkus, yang dinamakan ulkus dekubitus. Jika fasia di bagian depan dinding vagina kendor biasanya trauma obstetrik, ia akan terdorong oleh kandung kencing sehingga menyebabkan penonjolan dinding depan vagina kebelakang yang dinamakan sistokel. Sistokel yang pada mulanya hanya ringan saja, dapat menjadi besar karena persalinan berikutnya, yang kurang lancar, atau yang diselesaikan dalam penurunan dan menyebabkan urethrokel. Urethrokel harus dibedakan dari divertikulum uretra. Pada divertikulum keadaan uretra dan kandung kencing normal, hanya dibelakang uretra ada lubang, yang membuat kantong antara uretra dan vagina (Wiknjosastro, 2007).
Kekendoran fasia dibagian belakang dinding vagina oleh trauma obstetrik atau sebab-sebab lain dapat menyebabkan turunnya rektum kedepan dan menyebabkan dinding belakang vagina menonjol ke lumen vagina yang dinamakan rektokel. Enterokel adalah hernia dari kavum dauglasi. Dinding vagina atas bagian belakang turun dan menonjol kedepan. Kantong hernia ini dapat berisi usus atau omentum (Wiknjosastro, 2007).

  4  Tanda dan Gejala
Gejala dan tanda-tanda sangat berbeda dan bersifat individual.Kadangkala penderita yang satu dengan prolaps uteri yang cukup berat tidak mempunyai keluhan apapun,sebaliknya penderita lain dengan prolaps ringan mempunyai banyak keluhan.
Keluhan-keluhan yang hampir selalu dijumpai (Wiknjosastro, 2007):
1.      Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di genetalia eksterna.
2.      Rasa sakit di pinggul dan pinggang(Backache).Biasanya jika penderita berbaring,keluhan menghilang atau menjadi kurang.
3.      Sistokel dapat menyebabkan gejala-gejala:
a. Miksi sering dan sedikit-sedikit. Mula-mula pada siang hari, kemudian lebih berat juga pada malam hari
b.Perasaan seperti kandung kencing tidak dapat dikosongkan seluruhnya.
c. Stress incontinence yaitu tidak dapat menahan kencing jika batuk,mengejan. Kadang-kadang dapat terjadi retensio urine pada sistokel yang besar sekali.
4.      Retokel dapat menjadi gangguan pada defekasi:
a. Obstipasi karena feces berkumpul dalam rongga retrokel.
b.Baru dapat defekasi setelah diadakan tekanan pada retrokel dan vagina.
5.      Prolapsus uteri dapat menyebabkan gejala sebagai berikut:
a. pengeluaran serviks uteri dari vulva menggangu penderita waktu berjalan dan bekerja.Gesekan portio uteri oleh celana menimbulkan lecet sampai luka dan dekubitus pada portio uteri.
b.lekores karena kongesti pembuluh darah di daerah serviks dan karena infeksi serta luka pada portio uteri.
6.      Enterokel dapat menyebabkan perasaan berat di rongga panggul dan rasa penuh di vagina.

5  Klasifikasi Prolapus Uteri
Menurut beratnya, prolapsus dapat dibagai menjadi:
1.      Prolapsus tingkat I                  :  Prolapsus uteri dimana servik uteri turun                                                        sampai introitus vaginae.
2.      Proplasus tingkat II      : Prolapsus uteri dimana serviks menonjol                                                          keluar dari introitus vaginae.
3.       Prolapsus tingkat III     : Prolapsus totalis (prosidensia uteri, dimana                                                    seluruh uterus keluar dari vagina.

6  Diagnosis
Keluhan-keluhan penderita dan pemeriksaan ginekologik umumnya dengan mudah dapat menegakkan diagnosis prolapsus genitalis. Friedman dan Little, menganjurkan cara pemeriksaan sebagai berikut :
Penderita dalam posisi jongkok disuruh mengejan, dan ditentukan dengan pemeriksaan dengan jari, apakah porsio uteri pada posisi normal, atau porsio sampai introitus vagina, atau apakah serviks uteri sudah keluar dari vagina. Selanjutnya dengan penderita berbaring dengan posisi litotomi, ditentukan pula panjangnya servik uteri. Serviks uteri yang lebih panjang biasanya dinamakan elongsio kolli (Wiknjosastro, 2007).
Pada sistokel dijumpai di dinding vagina depan benjolan kistik lembek dan tidak nyeri tekan. Benjolan ini bertambah besar jika penderita mengejan. Jika dimasukkan kedalam kandung kencing kateter logam, kateter itu diarahkan kedalam sistokel, dapat diraba keteter tersebut dekat sekali pada dinding vagina. Uretrokel letaknya lebih kebawah dari sistokel, dekat pada orifisium urethrae eksternum (Wiknjosastro, 2007).
Menegakkan diagnosis rektokel mudah, yaitu menonjolnya rectum ke lumen vagina sepertiga bagian bawah. Penonjolan ini berbentuk lonjong, memanjang dari proksimal ke distal, kistik dan tidak nyeri. Untuk memastikan diagnosis, jari dimasukkan kedalam rectum, dan selanjutnya dapat diraba dinding rektokel yang menonjol lumen vagina. Enterokel menonjol ke lumen vagina lebih atas dari rektokel. Pada pemeriksaan rectal dinding rectum lurus, ada benjolan ke vagina terdapat diatas rectum (Wiknjosastro, 2007).

7  Penanganan
1.      Pengobatan Medis
Pengobatan cara ini tidak seberapa memuaskan tetapi cukup membantu. Cara ini dilakukan pada prolapsus uteri ringan tanpa keluhan, atau penderita masih ingin mendapatkan anak lagi, ata penderita menolak untuk dioperasi, atau kondisinya tidak mengizinkan untuk dioperasi (Wiknjosastro, 2007).
a.       Latihan-latihan otot dasar panggul
Latihan ini sangat berguna pada prolapsus uteri ringan, terutama yang terjadi pada pasca persalinan yang belum lewat 6 bulan. Tujuannya untuk menguatkan otot-otot dasar panggul dan otot-otot yang mempengaruhi miksi. Latihan ini dilakukan selama beberapa bulan.
b.      Stimulasi otot-otot dengan alat listrik
Kontraksi otot-otot dasar panggul dapat pula ditimbulkan dengan alat listrik, elektrodenya dapat dipasang dalam pessarium yang dimasukkan ke dalam vagina.
c.       Pengobatan dengan pessarium
Pengobatan dengan pessarium sebenarnya hanya bersifat paliatif, yakni menahan uterus ditempatnya selama dipakai. Oleh karena itu jika pessarium diangkat, timbul prolapsus lagi. Prinsip pemakaian pessarium ialah bahwa alat tersebut mengadakan tekanan pada dinding vagina bagian atas, sehingga bagian dari vagina tersebut beserta uterus tidak dapat turun dan melewati vagina bagian bawah. Pessarium yang paling baik untuk prolapsus genitalia adalah pessarium cincin, terbuat dari plastik. Jika dasar panggul terlalu lemah dapat digunkan pessarium Napier. Pessarium ini terdiri atas suatu gagang (steam) dengan ujung atas suatu mangkok (cup) dengan beberapa lubang, dan ujung bawah 4 tali. Mangkok ditempatkan dibawah serviks dengan tali-tali dihubungkan dengan sabuk pinggang untuk memberi sokongan kepada pessarium. Pessarium dapat dipakai selama beberapa tahun, asal saja penderita diawasi secara teratur. Periksa ulang sebaiknya dilakukan 2-3 bulan sekali. Vagina diperiksa dengan inspekulo untuk menentukan ada tidaknya perlukaan, pessarium dibersihkan dan disucihamakan, dan kemudian dipasang kembali. Kontraindikasi terhadap pemasangan pessarium adalah adanya radang pelvis akut atau sub akut, dan karsinoma.


d.      Jenis-jenis Pessarium:
1.      Gambar A, B, C, D dan K adalah Pessarium Cincin
2.      Gambar F, G, H dan J adalah Pessarium Karet
3.      Gambar E dan I adalah Pessarium Napier

e.       Cara pemasangan pessarium
Pessarium diberi zat pelican dan dimasukkan miring sedikit ke dalam vagina. Setelah bagian atas masuk ke dalam vagina, bagian tersubut ditempatkan ked lam forniks vaginae posterior. Prinsip pemakaian pessarium adalah bahwa alat tersebut mengadakan tekanan pada dinding vagina bagian atas, sehingga bagain dari vagina tersebut beserta uterus tidak dapat turun dan melewati vagina bagian bawah.  (Wiknjosastro (2007)
2.      Pengobatan Operatif
Prolapsus uteri biasanya disertai prolapsus vagina. Maka, jika dilakukan pembedahan untuk prolapsus uteri, prolapsus vagina perlu ditangani pula. Ada kemungkinan terdapat prolapsus vagina yang membutuhkan pembedahan, padahal tidak ada prolapsus uteri, atau prolapsus uteri yang ada belum perlu dioperasi. Indikasi untuk melakukan operasi pada prolapsus vagina aialah adanya keluhan.

8  Komplikasi
Menurut Wiknjosastro (2007), komplikasi yang dapat menyertai prolapsus uteri ialah:
1.       Keratinisasi mukosa vagina dan porsio uteri.
Prosidensia uteri disertai degan keluarnya dinding vagina (inversio); karena itu mukosa vagina dan serivks uteri menjadi tebal serta brkerut, dan berwarna keputih-putihan.
2.      Dekubitus
Jika serviks uteri terus keluar dari vagina, ujungnya bergeser dengan paha dan pakaian dalam, hal itu dapat menyebabkan luka dan radang, dan lambat laun timbul ulkus dekubitus. Dalam keadaan demikian, perlu dipikirkan kemungkinan karsinoma, lebih-lebih pada penderita berusia lanjut. Pemeriksaan sitologi/biopsi perlu dilakukan untuk mendapat kepastian akan adanya karsinoma.
3.      Hipertrofi serviks dan elangasio kolli
Jika serviks uteri turun dalam vagina sedangkan jaringan penahan dan penyokong uterus masih kuat, maka karena tarikan ke bawah di bagian uterus yang turun serta pembendungan pembuluh darah – serviks uteri mengalami hipertrofi dan menjadi panjang dengan periksa lihat dan periksa raba. Pada elangasio kolli serviks uteri pada periksa raba lebih panjang dari biasa.
4.      Gangguan miksi dan stress incontinence
Pada sistokel berat- miksi kadang-kadang terhalang, sehingga kandung kencing tidak dapat dikosongkan sepenuhnya. Turunnya uterus bisa juga menyempitkan ureter, sehingga bisa menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis. Adanya sistokel dapat pula mengubah bentuk sudut antara kandung kencing dan uretra yang dapat menimbulkan stress incontinence.
5.      Infeksi jalan kencing
Adanya retensi air kencing mudah menimbulkan infeksi. Sistitis yang terjadi dapat meluas ke atas dan dapat menyebabkan pielitis dan pielonefritis. Akhirnya, hal itu dapat menyebabkan gagal ginjal.
6.      Kemandulan
Karena serviks uteri turun sampai dekat pada introitus vaginae atau sama sekali keluar dari vagina, tidak mudah terjadi kehamilan.
7.      Kesulitan pada waktu partus
Jika wanita dengan prolapsus uteri hamil, maka pada waktu persalinan dapat timbul kesulitan di kala pembukaan, sehingga kemajuan persalinan terhalang.
8.      Hemoroid
Feses yang terkumpul dalam rektokel memudahkan adanya obstipasi dan timbul hemoroid.
9.      Inkarserasi usus halus
Usus halus yang masuk ke dalam enterokel dapat terjepit dengan kemungkinan tidak dapat direposisi lagi. Dalam hal ini perlu dilakukan laparotomi untuk membebaskan usus yang terjepit itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar