Oleh: Omiati Natalia
Prolaps Uteri
1 Pengertian
Prolapsus uteri adalah turunnya uterus dari tempat
yang biasa oleh karena kelemahan otot atau fascia yang dalam keadaan normal
menyokongnya. Atau turunnya uterus melalui dasar panggul atau hiatus genitalis
(Wiknjosastro, 2007).
Prolapsus uteri adalah suatu hernia, dimana uterus
turun melalui hiatus genitalis karena kelemahan otot atau fascia yang
menyokongnya. Prolapsus uteri lebih sering ditemukan pada wanita yang telah
melahirkan, wanita tua, dan wanita yang bekerja berat. Pertolongan persalinan
yang tidak terampil seperti memimpin meneran pada saat pembukaan rahim belum
lengkap, perlukaan jalan lahir yang dapat menyebabkan lemahnya jaringan ikat
penyangga vagina, seorang ibu dengan multigravida sehingga jaringan ikat di
bawah panggul kendor, juga dapat memicu terjadinya prolaps uteri.
Prolaps uteri terjadi karena kelemahan ligamen
endopelvik terutama ligamentum tranversal dapat dilihat pada nullipara dimana
terjadi elangosiokoli disertai prolapsus uteri tanpa sistokel tetapi ada
enterokel.Pada keadaan ini fasia pelvis kurang baik pertumbuhannya dan kurang
ketegangannya.
Faktor penyebab lain yang sering adalah melahirkan
dan menopause.Persalinan lama dan sulit,meneran sebelum pembukaan
lengkap,laserasi dinding vagina bawah pada kala II,penatalaksanaan pengeluaran
plasenta,reparasi otot-otot dasar panggul menjadi atrofi dan melemah.Oleh
karena itu prolaps uteri tersebut akan terjadi bertingkat-tingkat.
2 Etiologi
Partus
yang berulang kali dan terjadi terlampau sering,partus dengan penyulit
merupakan penyebab prolapsus genitalis dan memperburuk porolaps yang sudah
ada.Faktor-faktor lain adalah tarikan janin pada pembukaan belum lengkap,prasat
Crede yang berlebihan untuk mengeluarkan plasenta dsb.Jadi tidaklah
mengherankan jika prolapsus genitalis terjadi segera setelah partus atau dalam
masa nifas.Asdites dan tumor-tumor di daerah pelvis mempermudah terjadinya hal
tsb.Bila prolapsus uteri dijumpai pada nullipara,factor penyebabnya adalah
kelainan bawaan berupa kelemahan jaringan penunjang uterus. (Wiknjosastro, 2007).
Faktor
penyebab lain yang sering adalah melahirkan dan menopause. Persalinan yang lama
dan sulit, meneran sebelum pembukaan lengkap, laserasi dinding vagina bawah
pada kala II, penataksanaan pengeluaran plasenta, reparasi otot-otot dasar
panggul yang tidak baik. Pada Menopause, hormon esterogen telah berkurang
sehingga otot-otot dasar panggul menjadi atrofi dan melemah (Wiknjosastro, 2007).
3 Patofisiologi
Prolapsus
uteri terdapat dalam beberapa tingkat, dari yang paling ringan sampai prolapsus
uteri totalis. Terutama akibat persalinan, khususnya persalinan per vaginam
yang susah, dan terdapatnya kelemahan-kelemahan ligamen-ligamen yang tergolong
dalam fasia endopelvik, dan otot-otot serta fasia-fasia dasar panggul. Juga
dalam keadaan tekanan intraabdominal yang meningkat dan kronik akan memudahkan
penurunan uterus, terutama apabila tonus otot-otot mengurang seperti pada
penderita dalam manopause (Wiknjosastro, 2007).
Serviks
uteri terletak diluar vagina, akan tergeser oleh pakaian wanita tersebut, dan
lambat laun menimbulkan ulkus, yang dinamakan ulkus dekubitus. Jika fasia di
bagian depan dinding vagina kendor biasanya trauma obstetrik, ia akan terdorong
oleh kandung kencing sehingga menyebabkan penonjolan dinding depan vagina
kebelakang yang dinamakan sistokel. Sistokel yang pada mulanya hanya ringan
saja, dapat menjadi besar karena persalinan berikutnya, yang kurang lancar,
atau yang diselesaikan dalam penurunan dan menyebabkan urethrokel. Urethrokel
harus dibedakan dari divertikulum uretra. Pada divertikulum keadaan uretra dan
kandung kencing normal, hanya dibelakang uretra ada lubang, yang membuat
kantong antara uretra dan vagina (Wiknjosastro, 2007).
Kekendoran
fasia dibagian belakang dinding vagina oleh trauma obstetrik atau sebab-sebab
lain dapat menyebabkan turunnya rektum kedepan dan menyebabkan dinding belakang
vagina menonjol ke lumen vagina yang dinamakan rektokel. Enterokel adalah
hernia dari kavum dauglasi. Dinding vagina atas bagian belakang turun dan
menonjol kedepan. Kantong hernia ini dapat berisi usus atau omentum
(Wiknjosastro, 2007).
4 Tanda dan Gejala
Gejala
dan tanda-tanda sangat berbeda dan bersifat individual.Kadangkala penderita
yang satu dengan prolaps uteri yang cukup berat tidak mempunyai keluhan
apapun,sebaliknya penderita lain dengan prolaps ringan mempunyai banyak
keluhan.
Keluhan-keluhan
yang hampir selalu dijumpai (Wiknjosastro, 2007):
1. Perasaan
adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di genetalia eksterna.
2. Rasa
sakit di pinggul dan pinggang(Backache).Biasanya jika penderita
berbaring,keluhan menghilang atau menjadi kurang.
3. Sistokel
dapat menyebabkan gejala-gejala:
a. Miksi
sering dan sedikit-sedikit. Mula-mula pada siang hari, kemudian lebih berat
juga pada malam hari
b.Perasaan
seperti kandung kencing tidak dapat dikosongkan seluruhnya.
c. Stress
incontinence yaitu tidak dapat menahan kencing jika batuk,mengejan. Kadang-kadang
dapat terjadi retensio urine pada sistokel yang besar sekali.
4. Retokel
dapat menjadi gangguan pada defekasi:
a. Obstipasi
karena feces berkumpul dalam rongga retrokel.
b.Baru
dapat defekasi setelah diadakan tekanan pada retrokel dan vagina.
5. Prolapsus
uteri dapat menyebabkan gejala sebagai berikut:
a. pengeluaran
serviks uteri dari vulva menggangu penderita waktu berjalan dan bekerja.Gesekan
portio uteri oleh celana menimbulkan lecet sampai luka dan dekubitus pada
portio uteri.
b.lekores
karena kongesti pembuluh darah di daerah serviks dan karena infeksi serta luka
pada portio uteri.
6. Enterokel
dapat menyebabkan perasaan berat di rongga panggul dan rasa penuh di vagina.
5 Klasifikasi Prolapus Uteri
Menurut beratnya, prolapsus dapat dibagai menjadi:
1. Prolapsus
tingkat I : Prolapsus
uteri dimana servik uteri turun sampai introitus vaginae.
2. Proplasus
tingkat II : Prolapsus uteri dimana serviks menonjol keluar dari introitus vaginae.
3. Prolapsus tingkat III : Prolapsus totalis (prosidensia uteri,
dimana seluruh uterus keluar dari vagina.
6 Diagnosis
Keluhan-keluhan
penderita dan pemeriksaan ginekologik umumnya dengan mudah dapat menegakkan
diagnosis prolapsus genitalis. Friedman dan Little, menganjurkan cara
pemeriksaan sebagai berikut :
Penderita
dalam posisi jongkok disuruh mengejan, dan ditentukan dengan pemeriksaan dengan
jari, apakah porsio uteri pada posisi normal, atau porsio sampai introitus
vagina, atau apakah serviks uteri sudah keluar dari vagina. Selanjutnya dengan
penderita berbaring dengan posisi litotomi, ditentukan pula panjangnya servik
uteri. Serviks uteri yang lebih panjang biasanya dinamakan elongsio kolli
(Wiknjosastro, 2007).
Pada
sistokel dijumpai di dinding vagina depan benjolan kistik lembek dan tidak
nyeri tekan. Benjolan ini bertambah besar jika penderita mengejan. Jika
dimasukkan kedalam kandung kencing kateter logam, kateter itu diarahkan kedalam
sistokel, dapat diraba keteter tersebut dekat sekali pada dinding vagina.
Uretrokel letaknya lebih kebawah dari sistokel, dekat pada orifisium urethrae
eksternum (Wiknjosastro, 2007).
Menegakkan
diagnosis rektokel mudah, yaitu menonjolnya rectum ke lumen vagina sepertiga
bagian bawah. Penonjolan ini berbentuk lonjong, memanjang dari proksimal ke
distal, kistik dan tidak nyeri. Untuk memastikan diagnosis, jari dimasukkan
kedalam rectum, dan selanjutnya dapat diraba dinding rektokel yang menonjol
lumen vagina. Enterokel menonjol ke lumen vagina lebih atas dari rektokel. Pada
pemeriksaan rectal dinding rectum lurus, ada benjolan ke vagina terdapat diatas
rectum (Wiknjosastro, 2007).
7 Penanganan
1. Pengobatan
Medis
Pengobatan cara ini
tidak seberapa memuaskan tetapi cukup membantu. Cara ini dilakukan pada
prolapsus uteri ringan tanpa keluhan, atau penderita masih ingin mendapatkan
anak lagi, ata penderita menolak untuk dioperasi, atau kondisinya tidak
mengizinkan untuk dioperasi (Wiknjosastro, 2007).
a. Latihan-latihan
otot dasar panggul
Latihan
ini sangat berguna pada prolapsus uteri ringan, terutama yang terjadi pada
pasca persalinan yang belum lewat 6 bulan. Tujuannya untuk menguatkan otot-otot
dasar panggul dan otot-otot yang mempengaruhi miksi. Latihan ini dilakukan
selama beberapa bulan.
b. Stimulasi
otot-otot dengan alat listrik
Kontraksi
otot-otot dasar panggul dapat pula ditimbulkan dengan alat listrik,
elektrodenya dapat dipasang dalam pessarium yang dimasukkan ke dalam vagina.
c. Pengobatan
dengan pessarium
Pengobatan
dengan pessarium sebenarnya hanya bersifat paliatif, yakni menahan uterus
ditempatnya selama dipakai. Oleh karena itu jika pessarium diangkat, timbul
prolapsus lagi. Prinsip pemakaian pessarium ialah bahwa alat tersebut
mengadakan tekanan pada dinding vagina bagian atas, sehingga bagian dari vagina
tersebut beserta uterus tidak dapat turun dan melewati vagina bagian bawah.
Pessarium yang paling baik untuk prolapsus genitalia adalah pessarium cincin, terbuat
dari plastik. Jika dasar panggul terlalu lemah dapat digunkan pessarium Napier.
Pessarium ini terdiri atas suatu gagang (steam) dengan ujung atas
suatu mangkok (cup) dengan beberapa lubang, dan ujung bawah 4 tali.
Mangkok ditempatkan dibawah serviks dengan tali-tali dihubungkan dengan sabuk
pinggang untuk memberi sokongan kepada pessarium. Pessarium dapat dipakai
selama beberapa tahun, asal saja penderita diawasi secara teratur. Periksa
ulang sebaiknya dilakukan 2-3 bulan sekali. Vagina diperiksa dengan inspekulo
untuk menentukan ada tidaknya perlukaan, pessarium dibersihkan dan
disucihamakan, dan kemudian dipasang kembali. Kontraindikasi terhadap
pemasangan pessarium adalah adanya radang pelvis akut atau sub akut, dan
karsinoma.
d. Jenis-jenis
Pessarium:
1. Gambar
A, B, C, D dan K adalah Pessarium Cincin
2. Gambar
F, G, H dan J adalah Pessarium Karet
3. Gambar
E dan I adalah Pessarium Napier
e. Cara
pemasangan pessarium
Pessarium
diberi zat pelican dan dimasukkan miring sedikit ke dalam vagina. Setelah
bagian atas masuk ke dalam vagina, bagian tersubut ditempatkan ked lam forniks
vaginae posterior. Prinsip pemakaian pessarium adalah bahwa alat tersebut
mengadakan tekanan pada dinding vagina bagian atas, sehingga bagain dari vagina
tersebut beserta uterus tidak dapat turun dan melewati vagina bagian
bawah. (Wiknjosastro (2007)
2. Pengobatan
Operatif
Prolapsus uteri biasanya disertai prolapsus vagina. Maka,
jika dilakukan pembedahan untuk prolapsus uteri, prolapsus vagina perlu
ditangani pula. Ada kemungkinan terdapat prolapsus vagina yang membutuhkan
pembedahan, padahal tidak ada prolapsus uteri, atau prolapsus uteri yang ada
belum perlu dioperasi. Indikasi untuk melakukan operasi pada prolapsus vagina
aialah adanya keluhan.
8 Komplikasi
Menurut Wiknjosastro
(2007), komplikasi yang dapat menyertai prolapsus uteri ialah:
1.
Keratinisasi mukosa vagina dan porsio
uteri.
Prosidensia
uteri disertai degan keluarnya dinding vagina (inversio); karena itu mukosa
vagina dan serivks uteri menjadi tebal serta brkerut, dan berwarna
keputih-putihan.
2. Dekubitus
Jika
serviks uteri terus keluar dari vagina, ujungnya bergeser dengan paha dan
pakaian dalam, hal itu dapat menyebabkan luka dan radang, dan lambat laun
timbul ulkus dekubitus. Dalam keadaan demikian, perlu dipikirkan kemungkinan
karsinoma, lebih-lebih pada penderita berusia lanjut. Pemeriksaan
sitologi/biopsi perlu dilakukan untuk mendapat kepastian akan adanya karsinoma.
3. Hipertrofi
serviks dan elangasio kolli
Jika
serviks uteri turun dalam vagina sedangkan jaringan penahan dan penyokong
uterus masih kuat, maka karena tarikan ke bawah di bagian uterus yang turun
serta pembendungan pembuluh darah – serviks uteri mengalami hipertrofi dan
menjadi panjang dengan periksa lihat dan periksa raba. Pada elangasio kolli
serviks uteri pada periksa raba lebih panjang dari biasa.
4.
Gangguan miksi dan stress
incontinence
Pada
sistokel berat- miksi kadang-kadang terhalang, sehingga kandung kencing tidak
dapat dikosongkan sepenuhnya. Turunnya uterus bisa juga menyempitkan ureter,
sehingga bisa menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis. Adanya sistokel dapat
pula mengubah bentuk sudut antara kandung kencing dan uretra yang dapat menimbulkan
stress incontinence.
5. Infeksi
jalan kencing
Adanya
retensi air kencing mudah menimbulkan infeksi. Sistitis yang terjadi dapat
meluas ke atas dan dapat menyebabkan pielitis dan pielonefritis. Akhirnya, hal
itu dapat menyebabkan gagal ginjal.
6. Kemandulan
Karena
serviks uteri turun sampai dekat pada introitus vaginae atau sama sekali keluar
dari vagina, tidak mudah terjadi kehamilan.
7. Kesulitan
pada waktu partus
Jika
wanita dengan prolapsus uteri hamil, maka pada waktu persalinan dapat timbul
kesulitan di kala pembukaan, sehingga kemajuan persalinan terhalang.
8. Hemoroid
Feses
yang terkumpul dalam rektokel memudahkan adanya obstipasi dan timbul hemoroid.
9. Inkarserasi
usus halus
Usus
halus yang masuk ke dalam enterokel dapat terjepit dengan kemungkinan tidak
dapat direposisi lagi. Dalam hal ini perlu dilakukan laparotomi untuk
membebaskan usus yang terjepit itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar